Proses Fisiologi dari Spermatogenesis, Ereksi, Ejakulasi, dan Pubertas

Proses Fisiologi dari Spermatogenesis, Ereksi, Ejakulasi, dan Pubertas



Spermatogenesis
Peralihan dari bakal sel kelamin yang aktif membelah ke sperma yang masak serta menyangkut berbagai macam perubahan struktur yang berlangsung secara berurutan. Spermatogenesis berlangsung pada tubulus seminiferus dan diatur oleh hormone gonadtotropin dan testosterone ( Yatim, 1990).
Tahap pembentukan spermatozoa dibagi atas tiga tahap yaitu :
1. Spermatocytogenesis
Merupakan spermatogonia yang mengalami mitosis berkali-kali yang akan menjadi spermatosit primer.
Spermatogonia
Spermatogonia merupakan struktur primitif dan dapat melakukan reproduksi (membelah) dengan cara mitosis. Spermatogonia ini mendapatkan nutrisi dari sel-sel sertoli dan berkembang menjadi spermatosit primer.
Spermatosit Primer
Spermatosit primer mengandung kromosom diploid (2n) pada inti selnya dan mengalami meiosis. Satu spermatosit akan menghasilkan dua sel anak, yaitu spermatosit sekunder.
1. Tahapan Meiois
Spermatosit I (primer) menjauh dari lamina basalis, sitoplasma makin banyak dan segera mengalami meiosis I yang kemudian diikuti dengan meiosis II ( Yatim, 1990).
Sitokenesis pada meiosis I dan II ternyata tidak membagi sel benih yang lengkap terpisah, tapi masih berhubungan sesame lewat suatu jembatan (Interceluler bridge). Dibandingkan dengan spermatosit I, spermatosit II memiliki inti yang gelap ( Yatim, 1990).
1. Tahapan Spermiogenesis
Merupakan transformasi spermatid menjadi spermatozoa yang meliputi 4 fase yaitu fase golgi, fase tutup, fase akrosom dan fase pematangan. Hasil akhir berupa empat spermatozoa masak. Dua spermatozoa akan membawa kromosom penentu jenis kelamin wanita “X”. Apabila salah satu dari spermatozoa ini bersatu dengan ovum, maka pola sel somatik manusia yang 23 pasang kromosom itu akan dipertahankan. Spermatozoa masak terdiri dari :
1. Kepala (caput), tidak hanya mengandung inti (nukleus) dengan kromosom dan bahan genetiknya, tetapi juga ditutup oleh akrosom yang mengandung enzim hialuronidase yang mempermudah fertilisasi ovum.
2. Leher (servix), menghubungkan kepala dengan badan.
3. Badan (corpus), bertanggungjawab untuk memproduksi tenaga yang dibutuhkan untuk motilitas.
4. Ekor (cauda), berfungsi untuk mendorong spermatozoa masak ke dalam vas defern dan ductus ejakulotorius ( Yatim, 1990).
Mekanisme Ereksi
Adanya perasaan erotik maka saraf parasimpatis terpacu dan menyebabkan relaksasi otot polos pada arteri dan korpus kavernosum, akibatnya darah mengalir ke arteri dan teregang, ruang kaverna terisi darah arterial dan ruangan membesar. Pembesaran ruangan ini menyebabkan vena besar yang berdinding tipis tergencet hingga darah sulit meninggalkan melalui vena. Darah yang mengumpul di korpus kavernosum dengan tekanan yang makin meninggi dan menyebabkan organ mengeras. Pada saat ini a.helisina yang jalannya bekelok-kelok, secara pasif teregang dan menjadi lurus ( Yatim, 1990).
Setelah ejakulasi pengaruh saraf simpatis lebih dominan dan otot polos kembali pada tonusnya, aliran darah normal kembali, darah yang tertinggal dalam korpus kavernosum tertekan masuk kedalam vena karena kontraksi otot polos trabekula dan kerutan kembali jaringan elastis. Penis kembali kebentuk yang normal ( Yatim, 1990).
Ereksi merupakan peningkatan turgiditas organ yang disebabkan pemasukan darah lebih besar daripada pengeluaarn yang menghasilkan penambahan tekanan dalam penis. Faktor-faktor yang menyebabkan ereksi antara lain vasodilatasi pada arteri (disebabkan oleh ransangan saraf pelvis yang disebut saraf erigentes dari pleksus pelvis) dan pengurangan aliran vena dari pelvis. Pada kuda dan anjing saat berereksi terjadi penambahan diameter maupun panjang penis sebab spesies ini mempunyai jaringan erektil lebih banyak daripada jaringan pengikat lainnya. Ereksi pada ruminansia dan babi terjadi dengan meluruskan fleksura sigmoid (R.D. Frandson, 1992).
Ejakulasi
Ejakulasi adalah suatu gerak refleks yang mengosongkan epididimis, uretra dan kelenjar-kelenjar kelamin aksesori pada jantan. Dapat terjadi karena ransangan pada glans penis. Dapat juga ditimbulkan dengan cara masase kelenjar kelamin aksesori melalui rectum atau dengan menggunakan electric ejaculator (R.D. Frandson, 1992).
Ejakulasi
Ransangan sensori dari glans Rangsangan emosi dari pusat tertinggi
Melalui saraf pudendal diensefalon
Medula spinalis
Jumalah rangsangan sensori dan emosi menghasilkan orgasme
Pusat lumbalis
Simpatetik motorik parasimpatik motorik
Kontraksi otot polos pada prostat, kontraksi otot serang lintang, vesikula seminalis dan vas ischiokavernosus, bulbokavernosus
Deferens. Penutupan spinkter interna dan otot contraktor-urethra
Pemancaran Ejakulasi
(R.D. Frandson, 1992).
Proses ejakulasi berada di bawah pengaruh saraf otonom. Asetilkolin berperan sepagai neurotransmiter ketika saraf simpatis mengaktivasi kontraksi dari leher kandung kemih, vesikula seminalis, dan vas deferens. Refleks ejakulasi berasal dari kontraksi otot bulbokavernosus dan ischiokavernosus serta dikontrol oleh saraf pudendus. Singkatnya, ejakulasi terjadi karena mekanisme refleks yang dicetuskan oleh rangsangan pada penis melalui saraf sensorik pudendus yang terhubung dengan persarafan tulang belakang (T12-L2) dan korteks sensorik (salah satu bagian otak).
Pubertas (Dewasa Kelamin)
Dapat didefinisikan sebagai umur atau waktu dimana organ – organ reproduksi mulai berfungsi dan perkembang biakan dapat terjadi. Pada hewan jantan, pubertas ditandai oleh kesanggupan berkopulasi dan menghasilkan sperma disamping perubahan – perubahan kelamin skunder lain. Pada hewan betina pubertas dicerminkan oleh terjadinya estrus dan ovulasi. Sebelum pubertas, saluran reproduksi betina dan ovarium perlahan – lahan bertambah ukuran dan tidak menunjukkan aktivitas fungsional. Pertumbuhan yang lambat ini sejajar dengan pertumbuhan berat badan sewaktu hewan berangsur dewasa ( Toelihere, 1985 ).
Pubertas, kecuali pada pada hewan – hewan yang bermusim, umumnya terjadi apabila berat dewasa hamper tercapai dan kecepatan pertumbuhan mulai mennurun. Hal ini berarti bahwa timbulnya pubertas mungkin berhubungan melalui beberapa jalan dengan suatu perubahan keseimbangan antara pengeluaran gonadotropin dan hormone pertumbuhan oleh kelenjar adenohypophisa. Umur dan berat hewan sewaktu timbulnya pubertas berbeda – beda menurut species. Karena pengaruh lingkungan, estrus sering terjadi pada umur yang sedemikian rendahnya sehingga apabila terjadi konsepsi maka kelahiran akan berbahaya karena kelahiran ( Toelihere, 1985 ).
Masa Pubertas :
Kuda 10 – 24 bulan
Sapi, bangsa eropah 6 – 18 bln
Sapi, Brahman dan zebu 12 – 30 bln
kerbau 2-3 thn
Domba 6 – 12 bulan
babi 5-8 bulan ( Toelihere, 1985 ).
Faktor – Faktor Yang Memepengaruhi Pubertas
Pubertas di control oleh mekanisme – mekanisme fisiologik tertentu yang melibatkan gonad dan kelenjar adenohypophisa, maka pubertas tidak luput dari pengaruh factor herediter dan lingkungan yang bekerja melalui organ – organ tersebut ( Toelihere, 1985 ).
Musim; pemeriksaan ovaria pada babi di rumah potong menunjukkan bahwa musim pemotongan, jadi musim kelahiran, mempunyai pengaruh sangat nyata terhadap pubertas ( Toelihere, 1985 ).
Suhu; pengaruh suhu lingkungan yang konstan terhadap timbulnya pubertas pada sapi – sapi dara Brahman ( Zebu ). Pada sapi – sapi dara yang dikandangkan pada suhu 800F ( 28.90C ) pubertas dicapai pada rata – rata umur 398 hari dibandingkan dengan 300 hari pada 500 F (100C). Pada sapi – sapi dara yang ditempatkan dengan kondisi luar, pubertas dicapai pada umur 320 hari.
Makanan; makanan yang cukup perlu untuk fungsi endokrin yang normal. Tingkatan makanan tampaknya mempengaruhi sintesa pelepasan hormone dari kelenjar – kelenjar endokrin ( Toelihere, 1985 ).
Faktor – faktor genetic; faktor – faktor genetic yang mempengaruhi umur pubertas dicerminkan oleh perbedaan antar bangsa, strain, kelompok pejantan dan oleh persilangan dan inbreeding. Pada umumnya, sapi – sapi Brahman dan Zebu mencapai pubertas lebih lambat 6 sampai 12 bulan dari pada sapi – sapi bangsa eropah ( Toelihere, 1985 ).
Hormon Yang Berpengaruh Pada Sistem Reproduksi Jantan
Menurut Pearce (1983), hormon gonadotropin merupakan hormon yang merangsang folikel gift di dalam ovarium dan pada pembentukan spermatozoa dalam testis. Sedangkan menurut Black and Pickering (1998), hormon ini yaitu LH dan CTH dapat mengontrol sekresi estrogen, progesteron serta testoteron. Mekanisme gonadotropin dapat dijelaskan sebagai berikut :
Rangsangan → hipotalamus → gonadotropin → gonad
Gonadotropin merangsang alat kelamin seperti testis menghasilkan testosteron dan ovarium menghasilkan estrogen dan progesteron. Menurut Ville et. al. (1988), terdapat hubungan antara hipofisa dan gonad, dengan meningkatnya konsentrasi gonadotropin dalam darah, akan menghasilkan sejumlah ovalusi tertentu. Injeksi hormon dapat dianggap sebagai gonadotropin eksogen yang akan merangsang gonadotropin endogen dari kelenjar hipofisa dan merangsang steroid secara alami serta senyawa-senyawa lain yang ada dalam gonad.
Folicle Stimulating Hormon (FSH) menyebabkan berkembang dan membesarnya folikel di dalam ovari dengan elaborasi simultan estrogen folikel. Peningkatan kadar estrogen yang beredar menyebabkan produksi FSH dihambat seperti halnya mekanisme umpan balik lainnya. Menurunnya produksi FSH menyebabkan produksi LH meningkat, sehingga folikel menjadi masak dan terjadilah ovalusi. FSH juga merangsang proses gametogenesis dalam tubulus seminiverus di testis pada hewan jantan melalui perkembangan spermatozoa spermatosit, tetapi testosteron dibutuhkan dalam melengkapi perkembangan spermatozoa bersama dengan sekresi pituitary dari ACSH (LH) yang bekerja dengan testoteron (Gordon, 1982).
Proses pembentukan dan pemasakan spermatozoa disebut spermatogenesis. Pada tubulus seminiferus testis terdapat sel-sel induk spermatozoa atau spermatogonium, sel Sertoli yang berfungsi memberi makan spermatozoa juga sel Leydig yang terdapat di antara tubulus seminiferus yang berfungsi menghasilkan testosteron. Proses pembentukan spermatozoa dipengaruhi oleh kerja beberapa hormon ( Anonim B, 2009 ).
Kelenjar hipofisis menghasilkan hormon perangsang folikel (Folicle Stimulating Hormone/FSH) dan hormon lutein (Luteinizing Hormone/LH).
LH merangsang sel Leydig untuk menghasilkan hormon testosteron. Pada masa pubertas, androgen/testosteron memacu tumbuhnya sifat kelamin sekunder ( Anonim B, 2009 ).
FSH merangsang sel Sertoli untuk menghasilkan ABP (Androgen Binding Protein) yang akan memacu spermatogonium untuk memulai proses spermatogenesis. Proses pemasakan spermatosit menjadi spermatozoa disebut spermiogenesis. Spermiogenesis terjadi di dalam epididimis dan membutuhkan waktu selama 2 hari ( Anonim B, 2009 ).
Hormonal dalam Proses Spermatogenesis :
Spermatogonium berkembang menjadi sel spermatosit primer. Sel spermatosit primer bermiosis menghasilkan spermatosit sekunder, spermatosit sekunder membelah lagi menghasilkan spermatid, spermatid berdiferensiasi menjadi spermatozoa masak. Bila spermatogenesis sudah selesai, maka ABP testosteron (Androgen Binding Protein Testosteron) tidak diperlukan lagi, sel sertoli akan menghasilkan hormon inhibin untuk memberi umpan balik kepada hipofisis agar menghentikan sekresi FSH dan LH ( Anonim B, 2009 ).
Spermatozoa akan keluar melalui uretra bersama-sama dengan cairan yang dihasilkan oleh kelenjar vesikula seminalis, kelenjar prostat dan kelenjar cowper. Spermatozoa bersama cairan dari kelenjar-kelenjar tersebut dikenal sebagai semen atau air mani. Pada waktu ejakulasi, seorang laki-laki dapat mengeluarkan 300 – 400 juta sel spermatozoa ( Anonim B, 2009 ).
Hormon pada Alat Genital Jantan
Proses spermatogenesis distimulasi oleh sejumlah hormon, yaitu testoteron, LH (Luteinizing Hormone), FSH (Follicle Stimulating Hormone), estrogen dan hormon pertumbuhan ( Anonim A, 2009 ).
Testoteron
Testoteron disekresi oleh sel-sel Leydig yang terdapat di antara tubulus seminiferus. Hormon ini penting bagi tahap pembelahan sel-sel germinal untuk membentuk sperma, terutama pembelahan meiosis untuk membentuk spermatosit sekunder ( Anonim A, 2009 ).
LH (Luteinizing Hormone)
LH disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior. LH berfungsi menstimulasi sel-sel Leydig untuk mensekresi testoteron ( Anonim A, 2009 ).
FSH (Follicle Stimulating Hormone)
FSH juga disekresi oleh sel-sel kelenjar hipofisis anterior dan berfungsi menstimulasi sel-sel sertoli. Tanpa stimulasi ini, pengubahan spermatid menjadi sperma (spermiasi) tidak akan terjadi ( Anonim A, 2009 ).
Estrogen
Estrogen dibentuk oleh sel-sel sertoli ketika distimulasi oleh FSH. Sel-sel sertoli juga mensekresi suatu protein pengikat androgen yang mengikat testoteron dan estrogen serta membawa keduanya ke dalam cairan pada tubulus seminiferus. Kedua hormon ini tersedia untuk pematangan sperma ( Anonim A, 2009 ).
Hormon Pertumbuhan
Hormon pertumbuhan diperlukan untuk mengatur fungsi metabolisme testis. Hormon pertumbuhan secara khusus meningkatkan pembelahan awal pada spermatogenesis ( Anonim A, 2009 ).
Fungsi sel leidig menghasilkan hormon testosteron yang berfungsi :
• mengatur aktivitas kelenjar assesorius, terutama kelenjar prostat.
• Memelihara tanda khas jantan (secondary sex characteristics)
• Bersama dengan hormon FSH dan Hiphofisa mengatur aktivitas spermatogenesis ( Yatim, 1990).
Hormon LH atau ICSH mengatur aktivitas sel leidig pengaruh ini semakin jelas bila sekaligus ditambah dengan FSH. Di dalam tubuh hewan memang terjadi inter-relasi antara kelenjar endokrin tertentu dalam mengatur aktivitas alat reproduksi, misalnya kelenjar hipophisa, adrenal dan testis sendiri ( Yatim, 1990).
Pada kasus kastrasi (pengebirian) yang berarti menghentikan aktivitas testis, menyebabkan kelenjar asesorius mundur aktivitasnya, sifat khas jantan berangsur hilang dan kegiatan spermatogenesis berhenti. Hormon gonadotropin akan mengepul pada pars distalis hipofisa akibatnya sel basofil mengalami perubahan identitasnya selanjutnya dikenal dengan castration cells. Kastrasi yang dilakukan sebelum dewasa kelamin, tanda khas jantan tidak akan timbul. Bila kastrasi dilakukan setelah dewasa kelamin, maka perubahan kehilangan tanda khas jantan akan berlangsung secara lambat. Mungkin ini disebabkan karena korteks adrenalis dapat sedikit menghasilkan hormon testosteron. Tumor pada kelenjar prostat pada hewan tua, lazimnya diberikan terapi dengan melalui kastrasi ( Yatim, 1990).
Air mani sering disebut sperma atau semen, terdiri dari campuran spermatozoa dan sekresi kelenjar asesorius dan epididimis. Sekreta kelenjar selain sebagai pengangkut (vesicle), juga bekerja sebagai pembawa makanan serta mengaktifkan gerakan spermatozoa. Kandungan hialuronidase dalam air mani yang cukup tinggi diduga terdapat pada kepala dari spermatozoa, enzim mana yang diperlukan pada proses pembuahan, khususnya untuk merusak selaput sekunder dari ovum ( Yatim, 1990).
Hormon testosteron sangat berpengaruh terhadap kesuburan kelenjar asesorius dan ciri khas kelamin jantan (secondary sex characteristic). Kastratsi sebelum datangnya dewasa kelamin menyebabkan perkembangannya kelenjar tersebut berhenti, sedangkan kastrasi pada umur dewasa menyebabkan kemunduran secara bertahap kelenjar asesorius. Secara histologi telah dibuktikan bahwa sel kelenjar mengecil dan aktivitas bersekresi mundur. Selanjutnya parenkim kelenjar mengalami involusi dan digantikan dengan jaringan ikat ( Yatim, 1990).
Kelainan Pada Sistem Reproduksi Jantan
• Hipogonadisme : penurunan fungsi testis yang disebabkan oleh gangguan interaksi hormon, seperti hormon androgen dan testoteron. Gangguan ini menyebabkan infertilitas, impotensi dan tidak adanya tanda-tanda kepriaan. Penanganan dapat dilakukan dengan terapi hormon ( Anonim A, 2009 ).
• Uretritis : peradangan uretra dengan gejala rasa gatal pada penis dan sering buang air kecil. Organisme yang paling sering menyebabkan uretritis adalah Chlamydia trachomatis, Ureplasma urealyticum atau virus herpes ( Anonim A, 2009 ).
• Prostatitis : peradangan prostat. Penyebabnya dapat berupa bakteri, seperti Escherichia coli maupun bukan bakteri ( Anonim A, 2009 ).
• Epididimitis : infeksi yang sering terjadi pada saluran reproduksi pria. Organisme penyebab epididimitis adalah E. coli dan Chlamydia ( Anonim A, 2009 ).
• Pimoris : penis tidaak bisa keluar dari preputium karena radang penis (balanitis), tumor penis, dan genetik ( Anonim A, 2009 ).
• Prolapsus preaputialis : mukosa preputium keluar dari preputium karena infeksi Stafilococcus, Streptococcus. Corynebacterium piogenes, E. Coli (Mosaheb, 1973)
• Neoplasma Penis : tonjolan pada glans penis yang disebabkan oleh virus papilomata yang bersifat sporadis (Mosaheb, 1973)
• Orkhitis : radang pada testis karena infeksi Diplococcus, Stafilococcus, Streptococcus, Corynebacterium piogenes, Microbacterium tuberculosis, Actinomicosis, Brussella abortus, mikroplasma, Clamidia, Epididymitis penyebabnya sama. (Marcos, 1973)
• Cryptochysmus : kegagalan descensus testiculorum sehingga testis tertinggal di cavum abdomen atau canalis inguinalis (Jainudeen & Hafez, 1987)
• Seminal Vesiculitis : radang pada vesicula seminalis yang disebabkan oleh Virus IBR/IPV, Brussella abortus, Clamidia, Microplasma bovigenitalium, Corynebacterium piogenes, proteus, Pseudomonas aeroginosa, Tuberculosis, Paratuberculosis, Actinobacillus actinoides, Nocardia, fumigatus, Trichomonas fetus (Al Aubaidi, 1972)


Nama  : Modesta Jun
NPM :  160406030036
kELAS : PETERNAKAN 2016B

Komentar